Senin, 22 Februari 2010

MIGRASI IKAN SALMON

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jenis ikan yang terkenal dengan migrasinya adalah ikan Salmon. Ikan ini “memanjat” sungai, melawan arus menuju hulu, untuk bertelur. Tidak jarang dalam "perjalanannya" mereka dihadang oleh "musuh" dan "pemangsa". Migrasi biasanya dilakukan berkelompok, bersama-sama, mereka menggunakan tanda-tanda alam sebagai panduan, misalnya matahari, atau arah angin dan arus laut.
Salmon lahir ke dunia begitu mereka menetas dari telur-telur yang diletakkan oleh salmon betina di sungai. Mereka tumbuh dan berburu di tempat ini selama beberapa minggu. Setelah itu, mereka mulai berenang ke hilir sungai. Sepanjang perjalanan menuju ke laut ini, salmon-salmon menghadapi bendungan dan air yang kotor. Mereka mencoba menghindari bahaya, seperti ikan-ikan berukuran lebih besar yang sedang berburu. Setelah mampu mengatasi semua ini, dan berhasil mencapai laut, salmon menghabiskan waktu selama beberapa tahun di sana. Kemudian, begitu sudah cukup dewasa untuk bertelur, ikan-ikan salmon akan berenang kembali ke air tawar.
Pada umumnya semua makhluk hidup punya naluri untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, dengan cara memenuhi kebutuhan makanan dan berkembang biak. Berbeda dengan manusia yang dapat mengkondisikan tersedianya makanan yang cukup dan tempat tinggal yang tetap, tidak demikian dengan hewan. Hewan harus terus mencari tempat yang cocok untuk mendapatkan itu. Upaya mereka adalah dengan berpindah atau migrasi. Hewan yang dikenal melakukan migrasi adalah jenis serangga, burung dan ikan.
B. Rumusan Makalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun yang menjadi rumusan pada makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Apa pengertian migrasi pada ikan Salmon?
b. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ikan Salmon?
c. Bagaimana hambatan-hambatan yang ditempuh oleh ikan Salmon?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian migrasi ikan Salmon
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ikan Salmon
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditempuh ikan Salmon.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Migrasi Ikan Salmon
Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Ikan salmon betina yang sudah dibuahi dan siap bertelur bermigrasi dari laut kembali lagi ke hulu sungai di mana dulu ditetaskan. Perjalanan induk ikan salmon tersebut sangat menguras tenaga karena harus melawan arus sungai yang menurun diakibatkan kedudukan sungai lebih tinggi daripada laut. Lompatan-lompatan itu kerap kali gagal untuk mencapai atas tangga sungai dan belum lagi telah menanti beruang atau pemangsa lapar lainnya yang tanpa susah payah memangsanya, serta harus melewati sungai yang semakin dangkal.
Perlu diketahui hanya sebagian kecil induk salmon yang berhasil mencapai hulu sungai dan bertelur, kemudian mati. Salmon lahir ke dunia begitu mereka menetas dari telur-telur yang diletakkan oleh salmon betina di sungai. Mereka tumbuh dan berburu di tempat ini selama beberapa minggu. Setelah itu, mereka mulai berenang ke hilir sungai. Sepanjang perjalanan menuju ke laut ini, salmon-salmon menghadapi bendungan dan air yang kotor. Mereka mencoba menghindari bahaya, seperti ikan-ikan berukuran lebih besar yang sedang berburu. Setelah mampu mengatasi semua ini, dan berhasil mencapai laut, salmon menghabiskan waktu selama beberapa tahun di sana. Kemudian, begitu sudah cukup dewasa untuk bertelur, ikan-ikan salmon akan berenang kembali ke air tawar. Yang dituju ikan salmon adalah tempat mereka dilahirkan. Tapi jangan salah, jaraknya cukup jauh. Jarak yang harus ditempuh salmon untuk mencapai tujuannya kerap sejauh 1.500 kilometer (930 mil), yang berarti menuntut perjalanan selama berbulan-bulan.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Migrasi Ikan Salmon
Migrasi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi :
1. Faktor eksternal :
a. Bimbingan ikan yang lebih dewasa
Ikan mampu melakukan migrasi untuk kembali ke daerah asal karena adanya bimbingan dari ikan yang lebih tua. Contoh: migrasi ikan herring Norwegia atau ikan Cod laut Barents, ikan lebih tua cenderung tiba di tujuan lebih dulu dari pada ikan muda


b. Bau perairan
Ikan anadromous mampu bermigrasi ke daerah asal dengan melalui beberapa cabang sungai, kemampuan memilih cabang sungai yang benar diduga dilakukan dengan mengenali bau-bauan bahan organik yang terdapat dalam sungai. Contoh: Ikan salmon mampu mengenali bau morpholine dengan konsentrasi 1 x 10-6ppm, jika suatu cabang sungai diberi larutan morpholine, maka ikan salmon akan masuk ke cabang sungai tadi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan menggunakan indera pencium untuk bermigrasi ke daerah asalnya.
c. Suhu
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas erakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf. Contoh: suhu permukaan yang disukai ikan cakalang berkisar 160-260C, sedangkan suhu tinggi merupakan faktor penghambat bagi ikan salmon untuk bermigrasi (pada suhu 240C tidak ada ikan salmon yang bermigrasi).
d. Salinitas
Ikan cenderung memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Perubahan salinitas akan merangsang ikan untuk melakukan migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Contoh: Seriola qiuqueradiata menyukai medium dengan salinitas 19 ppt, sedangkan ikan cakalang menyukai perairan dengan kadar salinitas 33-35 ppt.
e. Arus pasang surut
Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif telur ikan dan juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin berorientasi sebagai arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari daerah makanan menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah juga memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan. Pasang surut di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus pasang dan arus surut.
f. Intensitas cahaya
Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pola penyebaran ikan, tetapi respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai kecenderungan membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari.
g. Musim
Musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horisontal ikan, migrasi ini kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis dan ikan demersal mengalami migrasi musiman horisontal, mereka biasanya menuju ke perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju perairan lebih dalam pada musim dingin.
h. Matahari
Ikan-ikan pelagis yang bergerak pada lapisan permukaan yang jernih kemungkinan besar menggunakan matahari sebagai kompas mereka, tetapi hal ini mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan laut dalam yang melakukan migrasi akibat pengaruh musim.
i. Pencemaran air limbah
Pencemaran air limbah akan mempengaruhi migrasi ikan, penambahan kualitas air limbah dapat menyebabkan perubahan pola migrasi ikan ke bagian hulu sungai. Contoh: ikan white catfish pada musim pemijahan banyak terdapat didaerah muara, padahal biasanya ikan ini memijah di hulu sungai. Tetapi migrasi mereka terhalang oleh air limbah di hulu sungai.
2. Faktor internal
a. Kematangan gonad
Kematangan gonad diduga merupakan salah satu pendorong bagi ikan untuk melakukan migrasi, meskipun bisa terjadi ikan-ikan tersebut melakukan migrasi sebagai proses untuk melakukan pematangan gonad.
b. Kelenjar-kelenjar internal
Migrasi ikan Cod di laut Barent dikontrol oleh kelenjar tiroid yang berada di kerongkongan, kelenjar tersebut aktif pada bulan September yang merupakan waktu pemijahan ikan Cod.
c. Insting
Ikan mampu menemukan kembali daerah asal mereka meskipun sebelumnya ikan tersebut menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh dari tempat asalnya dan belum pernah melewati daerah tersebut, kemampuan ini diduga berasal dari faktor insting.
d. Aktifitas renang
Aktifitas renang ikan meningkat pada malam hari, kebanyakan ikan bertulang rawan (elasmobranch) dan ikan bertulang keras (teleost) lebih aktif berenang pada malam hari daripada di siang hari.
C. Hambatan-hambatan yang Ditempuh Ikan Salmon.
Ikan salmon mulai berenang memasuki sungai dengan cepat melawan arus. Kali ini tugasnya lebih berat. Kalau dalam perjalanan terdahulu, mereka dapat melewati air terjun dengan mudah berkat bantuan arus sungai, kali ini salmon-salmon harus mendaki air terjun tersebut. Apa yang dilakukan salmon dengan berlompatan ke atas sungai adalah untuk menjangkau tempat ia dahulu ditetaskan. Sepanjang perjalanan ini, salmon mungkin harus berenang melewati air dangkal yang membuat siripnya muncul di atas permukaan air. Air dangkal ini dipenuhi oleh burung, beruang, dan berbagai pemangsa liar lainnya. Kesulitan-kesulitan yang harus diatasi salmon tidak terbatas sampai di sini. Salmon ditetaskan dari telur yang berada di sebuah anak sungai, di pedalaman. Untuk menjangkau tempat itu, salmon harus menempuh jalan yang benar ketika sungai bercabang. Salmon tidak membuat kesalahan apa pun dalam menghadapi pilihan ini. Mereka selalu mengikuti sungai yang benar.
Ada berbagai penelitian yang dilakukan untuk memahami bagaimana salmon Jarak yang harus ditempuh salmon untuk mencapai tujuannya kerap sejauh 1.500 kilometer (930 mil), yang berarti menuntut perjalanan selama berbulan-bulan. Ada begitu banyak rintangan yang harus diatasi ikan-ikan ini sepanjang perjalanannya.
Pertama, dan mungkin merupakan masalah terpenting yang perlu diatasi, adalah menemukan sungai tempat ikan ini berenang ke hilir selama perjalanan pertamanya yang bermuara ke laut. Berdasarkan ini, ikan salmon menentukan rute mereka kembali. setiap arus memiliki bau yang berbeda.
Salmon muda merekam semua bebauan itu sepanjang perjalanannya dan kembali ke rumahnya dengan mengingat bau-bauan tersebut dan tidak ada satu pun ikan salmon yang melakukan kesalahan, dan mereka semua berhasil menemukan sungai pertama mereka dengan tepat melakukan perjalanan yang luar biasa ini dengan memakai hidungnya sebagai alat melacak rute perjalanannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa salmon menemukan jalan kembali dengan menggunakan penciuman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari makalah tersebut yakni sebagai berikut :
1. Ikan salmon merupakan ikan yang bermigrasi pada saat akan melakukan pemijahan yakni melakukan pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk menyesuaikan terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya.
2. Ikan salmon melakukan migrasi, dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yakni faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) dan faktor internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan
3. Berbagai hambatan yang dihadapi oleh ikan salmon dalam melakukan migras, mulai dari melawan arus, melewati perairan dangkal yang penuh dengan hewan pemangsa sampai kembali menemukan rute perjalanannya.
B. Saran
------------



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Ikan Salmon. http://musida.web.id/node/92/9. Di akses tanggal, 9 Mei 2009

Anonim, 2009. Mengagumkan.. http://www.harunyahya.com/. Di akses tanggal, 9 Mei 2009

Kamis, 18 Februari 2010

PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut mutunya menurun.
Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.
A. Penanganan Ikan Basah di Laut
Beberapa penanganan ikan segar sebelum sampai ke darat atau pelelangan ikan, menurut DKP (2008) yakni :
1. Ikan hasil tangkapan segera disemprot dengan air laut bersih sesaat tiba di geladak, kemudian dipisahkan dan dikelompokkan menurut jenis serta ukurannya.
2. Perlakuan yang dikenakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan fisik (ikan tidak boleh diinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).
3. Ikan harus dilindungi terhadap terik matahari. Untuk itu, sebaiknya dipasang tenda atau atap yang melindungi tempat kerja dan wadak/palka pengumpulan.
4. Jika dilakukan penyiangan, maka harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dihindarkan sayatan yang kasar, salah atau melukai daging.
5. Setelah penyiangan, ikan segera dicuci sampai benar-benar bersih, ditiriskan, baru kemudian siap didinginkan. Pencucian ikan dilakukan dengan air yang mengalir dan bersuhu rendah.
6. Pendinginan dilakukan dengan menyelubungi ikan dengan es hancuran dan suhu ikan dipertahankan tetap pada sekitar 0°C selama penyimpanan.
7. Tinggi timbunan ikan dalam wadah penyimpan maksimal 50 cm ( tergantung jenis ikan) agar ikan tidak rusak.
8. Jika pendinginan dilakukan dengan menggunakan air laut yang didinginkan, harus dilakukan sirkulasi air, baik secara mekanik maupu manual, agar terjadi perataan suhu dan terhindar dari penimbunan kotoran.
9. Hasil tangkapan diberi tanda dalam pengumpulan dan pewadahan berdasarkan perbedaan angkatan jaring atau hari penangkapan.
Bahan pengawet
a) Garam
Jenis garam antara lain adalah garam air laut dan garam tambang
 Garam air laut dibuat dari air laut yang diendapkan
 Garam tambang dibuat dari hasil penambangan
Kemurnian garam (impuritas)
Kandungan kotoran dan garam2 lain selain Nacl di dalam garam tersebut. Makin banyak kandungannya, makin rendah kadar Naclnya dan makin rendah kemurniannya. Pada umumnya garam air laut memiliki impuritas yang tinggi sedangkan garam tambang memiliki impuritas yang rendah.
Larutan mempunyai daya :
 Osmose : dapat menarik air dari tubuh ikan sehingga pertumbuhan bakteri terhambat. Garam ini bersifat antiseptic
 Dalam kosentrasinya yang tinggi, garam dapat juga menarik air dari tubiuh bakterisehingga bakteri tersebut mati. Hal ini disebut Plasmolisa. Garam ini bersifat baktecide (membunuh bakteri)
b) Es
Mempunyai sifat hanya menghambat bakteri karena hanya dapat menurunkan suhun ikan sampai 00 C, suhu yang sama dengan titik lebur es. Es biasa digunakan untuk menjaga kesegaran ikan saja selama observasi penangkapan. Makin tinggi kesegaran ikan pada umumnya semakin tinggi pula harga ikan di tempat pelelangan sehingga pendapat nelayan semakin tinggi pula. Kelemahan es, es tidak dapat digunakan dalam operasi penangkapan yang lama.
B. Cara Pendinginan Ikan di Kapal
a. Palka (tempat penyimpanan ikan di kapal)
Bahan dan ukuran berbeda-beda disetiap jenis kapal penangkap
b. Ruang pendingin
Fasilitas ini hanya dapat ditemui di kapal-kapal besar. Ruang pendingin ini berfungsi sebagai tempat pengawetan ikan.
Cara pendinginan ikan di kapal
1. Kontak langsung
Ikan hasil perikanan yang ditangkap bersentuhan langsung dengan bahan pengawet atau pendingin yang kita gunakan.
2. Kontak tidak langsung
Ikan hasil perikanan yang ditangkap tidak bersentuhan langsung dengan bahan pengawet tetapi melalui perantara udara
Fase regormortis : ikan masih mempunyai kesegaran tinggi. Ikan besar lalu disiangi, dicuci, dipotong , menurut keperluan kemudian didinginkan. Ikan kecil lalu dicuci kemudian langsung didinginkan.
Menyusun atau menyimpan ikan yang akan didinginkan
1. Bulking
Ikan ditumpuk diruangan palka lapis demi lapis. Bagian dasr dan tepi palka diberi lapisan es yang telah dihancurkan. Ikan yang telah dibelah perutnya, disimpan dengan bagian perut yang telah dibelah menghadap ke bawah. Lapisan tidak boleh terlalu tebal dan terlalu rapat ditumpuk karena akan lambat dinginnya.
2. Selfing
Sama seperti bulking, tetapi tumpukan ikan hanya satu lapis. Keuntungan dari selfing ini yakni mutu ikan lebih baik, kehilangan berat akibat tekanan berkurang. Cara ini cocok dengan kapal-kapal long liner. Sedangkan kerugiannya memakan waktu, tempat, energi.

3. Boxing
Menggunakan peti dari kayu atau sintetik. Ikan disusun dalam peti dengan dicampur es, biasanya untuk ikan ukuran kecil. Peti yang dibuat dari kayu, kontruksinya harus rapat, kecil, permukaanya halus, mudah dibersihkan dan mudah disusun
Keuntungan :
- Ikan tidak banyak mengalami lukakarena tekanan
- Tidak terlalu banyak kerja ketika membongkar.
C. Cara Pembongkaran Hasil Tangkapan
Selain cara penanganan ikan setelah dilakukan penangkapan, ikan yang telah di simpan dalam wadah dilakukan pembongkaran. Ikan yang yang akan dibogkar juga harus dilakukan dengan bai dan benar agar tidak merusak ikan baik fisik maupun biologi ikan. Adapun cara pembongkaran hasil tangkapan yakni :
1. Sewaktu membongkar muatan, hendaknya dipisahkan hasil tangkapan yang berbeda hari atau waktu penangkapannya.
2. Harus dihindarkan pemakaian alat-alat yang dapat menimbulkan kerusakan fisik, seperti sekop, garpu, pisau dan lain-lain.
3. Pembongkaran muatan harus dilakukan secara cepat dengan mengindarkan terjadinya kenaikan suhu ikan.


D. Penanganan Ikan Basah di Darat
Pada saat dibongkar dari perahu, kapal atau kendaraan, sebelum dilelang atau dijual, sebaiknya ikan dalam wadah masih diselimuti es, agar tidak meningkat suhunya. Ikan tidak boleh dicuci dengan air kotor atau air tercemar lainnya. Di tempat pendaratan, pengumpulan, pelelangan dan pengepakan, selama menunggu perlakuan berikutnya, ikan tidak boleh diletakkan di lantai dan sebaiknya ikan ditaburi es. Setelah selesai penjualan atau pelelangan, ikan harus segera dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan mutu kesegarannya. Jika ikan disiangi, maka sepanjang kegiatan penyiangan dan pencucian harus digunakan es hancuran yang cukup agar ikan tidak membusuk karena kenaikan suhu.
1. Penanganan Selama Pengangkutan dan Distribusi
Selama pengangkutan dan distribusi, suhu ikan harus senantiasa rendah, alas wadah harus dilapisi es halus kemudian lapisan ikan yang ditaburi es disusun diatasnya. Diatas dan dibawah tumpukan peti ikan harus diberi lapisan es yang lebih tebal.
2. Penanganan Ikan Basah Selama Penjualan dan Pengeceran
Selama penjualan dan pengeceran, ikan harus dipertahankan suhunya tetap rendah, yaitu sekitar 0°C, dengan cara melapisinya dengan es halus. Ikan harus ditempatkan khusus, terpisah dari produk pangan lainnya. Harus dilindungi terhadap pengaruh panas matahari, debu, serangga, binatang pengerat dan kotoran lainnya.
Ikan-ikan disusun dalam lapisan yang tipis, diatas dan dibawahnya ditaburi es halus.
3. Ciri-ciri Ikan Segar
Untuk melihat secara fisik ikan yang masih segar bentuk yakni ikan yang ditangani dengan baik hingga kekonsumen yakni :
 Rupa dan warna ikan secara keseluruhan masih cerah, mengkilap spesifik sesuai jenis ikan.
 Lendir yang tipis, bening dan encer menyelubungi tubuh ikan baunya normal dan khas jenis ikan.
 Sisik melekat kuat-mengkilat dengan warna atau tanda khusus sesuai jenis ikan.
 Mata cemerlang, cembung, bening, pupil bitam dan tidak banyak berdarah.
 Daging kenyal, jika dipijat, bekas pijatan tidak nampak.
 Insang berwarna merah cerah khas menurut jenis ikan, tertutup lendir yang tipis, bening dan berbau segar.
 Bagian perut masih kuat, tidak pecah dan lubang dubur tertutup.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.aagos.ristek.go.id/pangan/umum/pengawetan.pdf
http://www.sith.itb.ac.id/profile/pdf/paksonyheru/Teknologi%20Pengawetan%20Ikan
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah

Senin, 15 Februari 2010

Mengenal EKOSISTEM MANGROVE

A. Definisi Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut pantai. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau. Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah 'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
B. Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
1. Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
2. memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
3. Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
4. Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :
1. Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
2. Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
3. Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
4. Airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
C. Penyebaran Mangrove
Berbagai laporan dan publikasi ilmiah menunjukkan bahwa hutan mangrove ditemukan hampir disetiap propinsi di Indonesia. Walaupun di daerah pantai Propinsi D.I. Yogyakarta dilaporkan beberapa jenis vegetasi mangrove tumbuh, namun mungkin karena luasan yang kecil atau karena tidak membentuk tegakan yang kompak sehingga tidak dikategorikan sebagai hutan, maka luasan hutan mangrove di Propinsi D.I. Yogyakarta tersebut sampai saat ini belum dilaporkan. Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun terdapat variasi yang nyata dari luas total hutan mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta – 4,25 juta ha. Beranjak dari perkiraan luas hutan mangrove yang berstatus kawasan hutan di Indonesia pada tahun 1993 seluas 3.765.250 ha, total luas areal berhutan mangrove berkurang sekitar 1,3 % dalam kurun waktu 6 tahun (1993 sampai 1999).
Angka penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu antara tahun 1993-1999 ini jauh lebih kecil dibandingkan dalam kurun waktu 1982 – 1983. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Kusmana (1995) diketahui bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1982 – 1993 (11 tahun), luas hutan mangrove turun sebesar 11,3 % (4,25 juta ha pada tahun 1982 menjadi 3,7 juta ha pada tahun 1993) atau 1 % per tahun. Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan pada tahun 1999/2000 menginformasikan bahwa potensi mangrove di Indonesia adalah 9,2 juta ha, dan 5,3 juta ha di antaranya atau sekitar 57,6 % dari luas hutan mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak, dimana sebagian besar, yakni sekitar 69,8 % atau 3,7 juta ha terdapat di luar kawasan hutan dan sisanya sekitar 30,2 % atau 1,6 juta ha terdapat di dalam kawasan hutan. Sedangkan rehabilitasi hutan mangrove melalui pembangunan plot-plot percontohan penanaman mangrove yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen RLPS sampai tahun 2001 hanya sekitar 21.130 ha.

EKOSISTEM MANGROVE

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.

Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.